Senin, 17 November 2008


JAKARTA (bisnis.com): Ekonom sekaligus anggota DPR Drajad H. Wibowo menilai pergerakan rupiah yang sempat mencapai level Rp12.000 per dolar AS merupakan gabungan sentimen negatif di pasar global yang menimpa semua mata uang. "Kepanikan dalam negeri juga merupakan faktor penyebab. Ditambah lagi dengan kemampuan negara untuk mempertahankan rupiah juga relatif terbatas baik pemerintah maupun Bank Indonesia," katanya saat ditemui di Gedung DPR hari ini. Sentimen negatif di global itu, lanjut dia, terjadi karena banyak redemption yang sangat tinggi. Tetapi redemption-nya dialihkan ke dolar AS sehingga secara teori apabila Amerika Serikat krisis seharusnya dolarnya turun. "Tapi ini justru malah menguat karena gelombang redemption dialihkan ke dolar sehingga relatif dolar justru lebih kuat dibanding mata uang lain," jelas dia. Drajad menuturkan redemption itu terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia sehingga dengan kejadian itu Indonesia mengalami kesulitan untuk mempertahankan rupiah. "Karena memang dari dulu 70% faktor yang memengaruhi rupiah ada di luar negeri jadi pelemahan rupiah ini tidak bisa kita salahkan ke pemerintah." Menurut dia, apabila pemerintah menginginkan rupiah stabil di level Rp10.000/dolar AS maka opsi yang bisa dilakukan pemerintah tinggal satu yakni mengawasi cadangan valas yang ada di bank, dan lembaga keuangan lainnya. "Itu harus dimonitor secara ketat. Tujuannya adalah supaya cadangan valas di dalam negeri tidak dipakai untuk spekulasi," katanya. Tetapi, lanjut dia, langkah ini tidak akan efektif untuk menahan kelemahan rupiah kecuali pemerintah berani berpindah ke rezim devisa terkontrol atau kurs tetap. Namun, kata Drajad, untuk melakukan itu harus ada perombakan besar, baik di UU maupun sistem ekonomi. (tw)